Orang
mencuri karena beberapa alasan, antara lain:
1. kebutuhan hidup
yang mendesak, dan ia tidak mampu memenuhinya dengan penghasilan yang
ia miliki, atau bahkan ia tidak memiliki penghasilan.
Jadi, ia mencuri karena miskin.
2. nafsu untuk
memiliki yang lebih banyak, merasa terus-menerus tidak cukup, padahal
sebenarnya ia sudah memiliki penghasilan yang cukup, bahkan bisa jadi
sudah kaya. Contoh pencuri seperti ini adalah koruptor. Jadi, ia mencuri karena tidak bersyukur
3. keadaan tertentu
yang terpaksa. Misalnya seorang anak yang diculik, kemudian disuruh mencuri
oleh penculiknya.
Jadi, orang ini mencuri untuk menyelamatkan diri.
4. karena keadaan
psikologis, yaitu seseorang yang memiliki sejenis penyakit jiwa. Orang
seperti ini terdorong selalu ingin mengambil milik orang lain.
Semua
penyebab itu sebenarnya bermuara pada satu masalah, yaitu karena moral yang tidak baik. Jika seseorang mempunyai
moral yang baik, antara lain dapat membedakan mana yang baik dan buruk, yang
kemudian diikuti dengan keberanian untuk memilih yang baik, ia tidak akan
mencuri.
Ada beberapa istilah dalam Islam kaitan dengan hal di atas, di
antaranya :
Ghulûl
Ghulûl adalah
isim masdar dari kata ghalla, yaghullu, ghallan, wa ghullan, wa
ghulûlan (Ibnu Manzur, Lisânul ‘Arab) yang secara leksikal
dimaknai akhadza al-syai’a fi khufyatin wa dassahu fi matâ’thî (mengambil sesuatu secara sembunyi-sembunyi
dan memasukkan ke dalam hartanya) (M. Rawwas, Mu’jam Lughât
al-Fuqahâ) dan khâna (khianat
atau curang).
Rasulullah Saw menjelaskan kata ghulul dalam
hadis riwayat Adi bin Amirah al-Kindi, Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan
(urusan), lalu dia menyembunyikan dari kami sebatang jarum atau lebih dari itu,
maka itu adalah ghulûl (harta
korupsi) yang akan dia bawa pada hari kiamat.”
Kemudian ada seorang lelaki hitam dari Anshar
berdiri menghadap Nabi Saw, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, copotlah jabatanku
yang engkau tugaskan.” Nabi Saw bertanya, “Ada apa gerangan?” Dia menjawab,
“Saya mendengar engkau berkata demikian dan demikian,” Beliau Saw pun bersabda,
“Aku katakan sekarang, bahwa barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan
untuk suatu pekerjaan (urusan), hendaklah dia membawa (seluruh hasilnya),
sedikit ataupun banyak. Kemudian, apa yang diberikan kepadanya, maka dia boleh
mengambilnya (halal). Sedangkan apa yang dilarang, maka tidak
boleh.’” (HR. Muslim)
Dalam riwayat Buraidah, Rasulullah juga
menegaskan makna ghulûl, beliau bersabda, “Barangsiapa yang kami tugaskan dengan suatu pekerjaan, lalu kami tetapkan
imbalan (gaji) untuknya, maka apa yang dia ambil di luar itu adalah harta ghulûl (korupsi).” (HR.
Abu Daud)
Sariqah
Sariqah berasal dari kata saraqa yasriqu
sarqan wa sariqah yang secara leksikal bermakna akhadza mâ lighairi
khufyatan, yang berarti mencuri. Sariqah juga bermakna nahab
(merampok), syahshan (menculik), syaian qalîlan (mencuri
barang kecil, mencopet), dan muallafan (menjiplak, melakukan
plagiat).
Para koruptor telah mencuri harta negara
yang diperuntukkan bagi
kesejahteraan rakyat, sedangkan dalam Islam sendiri berkeyakinan bahwa orang yang melakukan
pencurian bukalah orang yang beriman, karena seorang yang beriman, ia tidak
mungkin akan melakukan korupsi atau pencurian sebagaimana sabda Rasulullah Saw,
“Pencuri tidak akan mencuri ketika ia dalam keadaan beriman.” (HR. Bukhari)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar