Jumat, 18 Oktober 2013

Mengapa Ada Orang yang Suka Mencuri?

Orang mencuri karena beberapa alasan, antara lain:
1. kebutuhan hidup yang mendesak, dan ia tidak mampu memenuhinya dengan penghasilan yang ia miliki, atau bahkan ia tidak memiliki penghasilan.
Jadi, ia mencuri karena miskin.
2.  nafsu untuk memiliki yang lebih banyak, merasa terus-menerus tidak cukup, padahal sebenarnya ia sudah memiliki penghasilan yang cukup, bahkan bisa jadi sudah kaya. Contoh pencuri seperti ini adalah koruptorJadi, ia mencuri karena tidak bersyukur
3. keadaan tertentu yang terpaksa. Misalnya seorang anak yang diculik, kemudian disuruh mencuri oleh penculiknya.
Jadi, orang ini mencuri untuk menyelamatkan diri.
4. karena keadaan psikologis, yaitu seseorang yang memiliki sejenis penyakit jiwa. Orang seperti ini terdorong selalu ingin mengambil milik orang lain.

Semua penyebab itu sebenarnya bermuara pada satu masalah, yaitu karena moral yang tidak baik. Jika seseorang mempunyai moral yang baik, antara lain dapat membedakan mana yang baik dan buruk, yang kemudian diikuti dengan keberanian untuk memilih yang baik, ia tidak akan mencuri.

Ada beberapa istilah dalam Islam kaitan dengan hal di atas, di antaranya :

Ghulûl
Ghulûl adalah isim masdar dari kata ghalla, yaghullu, ghallan, wa ghullan, wa ghulûlan (Ibnu Manzur, Lisânul ‘Arab) yang secara leksikal dimaknai akhadza al-syai’a fi khufyatin wa dassahu fi matâ’thî (mengambil sesuatu secara sembunyi-sembunyi dan memasukkan ke dalam hartanya) (M. Rawwas, Mu’jam Lughât al-Fuqahâ) dan khâna (khianat atau curang).

Rasulullah Saw menjelaskan kata ghulul dalam hadis riwayat Adi bin Amirah al-Kindi, Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), lalu dia menyembunyikan dari kami sebatang jarum atau lebih dari itu, maka itu adalah ghulûl (harta korupsi) yang akan dia bawa pada hari kiamat.”

Kemudian ada seorang lelaki hitam dari Anshar berdiri menghadap Nabi Saw, lalu berkata, “Wahai Rasulullah, copotlah jabatanku yang engkau tugaskan.” Nabi Saw bertanya, “Ada apa gerangan?” Dia menjawab, “Saya mendengar engkau berkata demikian dan demikian,” Beliau Saw pun bersabda, “Aku katakan sekarang, bahwa barangsiapa di antara kalian yang kami tugaskan untuk suatu pekerjaan (urusan), hendaklah dia membawa (seluruh hasilnya), sedikit ataupun banyak. Kemudian, apa yang diberikan kepadanya, maka dia boleh mengambilnya (halal). Sedangkan apa yang dilarang, maka tidak boleh.’” (HR. Muslim)

Dalam riwayat Buraidah, Rasulullah juga menegaskan makna ghulûl, beliau bersabda, “Barangsiapa yang kami tugaskan dengan suatu pekerjaan, lalu kami tetapkan imbalan (gaji) untuknya, maka apa yang dia ambil di luar itu adalah harta ghulûl (korupsi).” (HR. Abu Daud)

Sariqah 
Sariqah berasal dari kata saraqa yasriqu sarqan wa sariqah yang secara leksikal bermakna akhadza mâ lighairi khufyatan, yang berarti mencuri. Sariqah juga bermakna nahab (merampok), syahshan (menculik), syaian qalîlan (mencuri barang kecil, mencopet), dan muallafan (menjiplak, melakukan plagiat).

Para koruptor telah mencuri harta negara yang diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat, sedangkan dalam Islam sendiri berkeyakinan bahwa orang yang melakukan pencurian bukalah orang yang beriman, karena seorang yang beriman, ia tidak mungkin akan melakukan korupsi atau pencurian sebagaimana sabda Rasulullah Saw, “Pencuri tidak akan mencuri ketika ia dalam keadaan beriman.” (HR. Bukhari)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar