Anak, menurut Al-Qur'an, dapat dikelompokkan
kepada empat tipologi:
1. Anak sebagai Perhiasan Hidup Dunia
AI-Qur'an menyatakan anak adalah perhiasan
hidup dunia (Zinatu al-hayaa ad-dunya): Al-Kahfi 18:46)
QS.18:46. harta dan anak-anak
adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh
adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi
harapan.
Sepasang suami isteri
merasa rumah tangganya belum lengkap kalau belum ada anak. Ibarat perhiasan,
anak-anak berfungsi memperindah sebuah rumah tangga. Tetapi orang tua hanya memfungsikan anak
sebagai perhiasan dan melupakan
pembinaan dan pendidikannya akhirnya menjadikan anak tidak lebih dari sebuah
pajangan yang secara fisik dapat dibanggakan, tetapi kualitasnya sama sekali mengecewakan, baik
kualitas iman, ilmu, maupun amalnya.
2. Anak sebagai Uiian
Selain sebagai perhiasan hidup dunia' anak
iuga meniadi uiian (fitnah) bagi kedua orang tuanya' Allah berfirman: (QS.
Al-Anfal 8, 28)
QS. 8:28. dan ketahuilah, bahwa
hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi
Allah-lah pahala yang besar.
Orang tua diuji dengan
kehadiran anaknya. Apakah anak-anak dapat melalaikannya dari beribadah kepada Allah SWT atau apakah dia mampu
melaksanakan tugasnya sebagai orang tua yang baik; mendidik dan membina anaknya
menjadi anak yang saleh. Fitnah juga dalam arti anak bisa menyengsarakan dan
mencemarkan nama baik orang tua.
3.
Anak sebagai Musuh
Anak juga bisa menjadi
musuh bagi kedua orang ruanya: Allah berfirman: ( At-Taghibun 64:14)
QS.64:14. Hai orang-orang mukmin,
Sesungguhnya di antara isteri-isterimu dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh
bagimu[1479] Maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka dan jika kamu memaafkan
dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) Maka Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.
[1479]
Maksudnya: kadang-kadang isteri atau anak dapat menjerumuskan suami atau
Ayahnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang tidak dibenarkan agama.
Sungguh sangat mengecewakan
kalau sampai anak menjadi musuh orang tua. Musuh bisa berarti secara fisik dan
bisa juga dari segi ide, pikiran, cita-cita dan aktivitas. Bila orang tuanya di
mana-mana melakukan amar ma'ruf nahi munkar, sang anak justru melakukan amar munkar
nahi ma'ruf. Biia orang tuanya membangun, anak merusak, maka pada saat itu anak
sudah berada pada posisi musuh.
4. Anak sebagai Cahaya Mata
QS. 25:74. dan orang orang yang
berkata: "Ya Tuhan Kami, anugrahkanlah kepada Kami isteri-isteri Kami dan
keturunan Kami sebagai penyenang hati (Kami), dan Jadikanlah Kami imam bagi
orang-orang yang bertakwa.
Qurratu 'ayun berarti
cahaya mata' Permata hati, sangat menyenangkan. Inilah tipologi anak yang
ideal. Kriteria tipologi ini antara lain tunduk dan patuh kepada Allah SWT,
berbakti kepada
orang tua, bermuamalah dengan
baik sesama manusia. Atau dengan ungkapan lain beriman, berilmu dan beramal.
Hablun minallah dan hablum minannasnya berjalan dengan baik. Tipologi keempat
inilah yang boleh kita sebut dengan "anak saleh".
Anak Saleh Tidak Dilahirkan
Anak saleh tidak
dilahirkan, tapi dibentuk dan dibina lewat pendidikan. Rasulullah saw mengajarkan
bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah.Ibu bapaknyalah yang berperan
merubah fitrah itu menjadi -dalam bahasa Rasul-Yahudi, Nashrani atau Majusi:
Kullu mauluudin yuuladu ‘alal fitroti, faabawaahu yuhawwidanihi
auyunashshiroonihi auyumajjisaanihi (HR. Bukhari)
“Setiap anak dilahirkan
dalam keadaan fitrah, maka ibu bapaknyalah (yang akan berperan) mengubah anak
itu menjadi seorang Yabudi, atau Nasrani, atau Majusi." (HR. Bukhori)
QS. 66:6. Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan
tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan
selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.(At-Tahrim,66:6)
Pendidikan yang Seimbang
Pembinaan atau pendidikan
yang akan melahirkan anak saleh adalah pendidikan yang seimbang, yaitu
pendidikan yang memperhatikan seluruh aspek yang ada pada diri manusia; hati, akal dan fisik. Seorang pendidik
harus menyantuni ketiga-tiganya. Masing-masing unsur tersebut tidak bisa
berdiri sendiri. Ketiganya harus harmonis dan seimbang. Mengutamakan pembinaan fisik dengan mengabaikan akal dan hati akan melahirkan manusia hayawani. Mengutamakan pikiran saja melahirkan manusia syaithoni,sedangkan mengutamakan hati semata tentu tidak realistis ( karena manusia tidak bisa jadi Malaikat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar